Gunadarma BAAK News

Selasa, 15 November 2011

Konflik papua dan Solusinya

Konflik Papua
Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Khusus sendiri adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Otonomi ini diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (LN 2001 No. 135 TLN No 4151).Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-undang ini adalah:
  • Pertama, pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan;
  • Kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar; dan
  • Ketiga, mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri:
  1. partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan;
  2. pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan
  3. penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
  • Keempat, pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.

Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain. Otonomi khusus melalui UU 21/2001 menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.
Keberadaan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, serta perangkat di bawahnya, semua diarahkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan pemberdayaan rakyat. Undang-undang ini juga mengandung semangat penyelesaian masalah dan rekonsiliasi, antara lain dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Pembentukan komisi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di masa lalu dengan tujuan memantapkan persatuan dan kesatuan nasional Indonesia di Provinsi Papua.


Otonomi khusus yang berlaku di Papua sejak 2001 tidak berjalan sesuai harapan masyarakat asli di sana. Masih banyak penyimpangan bahkan pelanggaran HAM. Akibatnya tidak ada perkembangan di sana, masyarakat asli tak pernah menikmati hasil tanah kelahirannya. Pernyataan tersebut terungkap ketika sejumlah warga Papua turun ke jalan, Kamis (27/1). Mereka yang tergabung dalam Gerakan Anti Penjajahan (Ganja) berdemonstrasi di sepanjang Jalan Malioboro hingga persimpangan Kantor Pos Besar.
Selama berunjuk rasa, beberapa orang berorasi menyampaikan kritik kepada pemerintah. "Otonomi khusus tak pernah berjalan sesuai harapan rakyat Papua. Masyarakat tetap berada di dalam kemiskinan padahal daerah kami kaya sumber alam. Semuanya hanya untuk orang asing," tandas koordinator aksi, Leczhy Degey dibenarkan teman-temannya.
Dia menilai pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri tidak dapat memenuhi janji seperti yang pernah tertuang dalam rekomendasi-rekomendasi Musyawarah Rakyat Papua (MRP). Rekomendasi itu antara lain peningkatan kesejahteraan rakyat, pendidikan gratis namun tak pernah terwujud.
Rakyat Papua merasa pemerintah pusat telah mempermainkan mereka karena tidak pernah merealisasikan janji-janjinya. Bahkan permintaan rakyat juga tidak dapat dipenuhi. Karena itu Leczhy melalui Ganja mendesak pemerintah segera merealisasikan janjinya serta memberikan keleluasaan berdemokrasi masyarakat di sana.(ACH/SM).






Solusi
Jakarta – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai kasus yang terjadi di Papua dan PT Freeport selalu terkait antara satu sama lainnya. Oleh karena itu, perlu ada beberapa solusi komprehensif dan holistik untuk mengatasi konflik di Papua dan di PT Freeporttersebut. Terkait dengan konflik tersebut Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Marwan Jafar meberikan 8 solusi guna mengatasi konflik tersebut. diantara 8 solusi tersebut adalah; 

"Pertama, transparansi. Semua pihak yang terkait harus siap untuk membuka selebar-lebarnya pintu informasi," kata Marwan.

Kedua, pemerintah harus segera mungkin menindak tegas semua pihak yang telah menyalahi kebijakan. Ketiga, berbagai forum dialog harus terus dilakukan antara rakyat Papua, pemerintah dan ormas lokal. Keempat, pemerintah harus dapat menggenjot otonomi khusus bagi Papua demi kesejahtraan. Kelima, harus menjadikan ekonomi sebagai panglima dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat Papua.

Keenam, Perlunya pengawasan yang ketat terkait dengan dana Otsus agar tidak diselewengkan oleh kepala-kepala daerah di Papua. Ketujuh, aparat keamanan harus dapat meningkatkan kewaspadaan tingkat tinggi terhadap pihak-pihak asing yang ingin dan sudah memprovokasi Papua. Kehadiran orang asing harus diterima secara selektif dengan dasar informasi yang akurat.

"Dan terakhir, NKRI harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Apapun taruhannya!" terang Marwan. (lie berbagai sumber)

Reshuffle

Presiden SBY baru saja mengumumkan susunan kabinet yang baru hasil reshuffle. Sejumlah prediksi dan yang mengejutkan telah terjadi. Ada yang was-was, ada yang kecewa, dan ada pula yang senang. Was-was, karena khawatir posisinya bakal dicopot atau digeser. Yang kecewa, tentu saja karena posisinya tiba-tiba saja dicopot tanpa alasan yang jelas. Dan yang senang, karena mendapat kepercayaan duduk sebagai menteri atau wakil menteri. Begitulah, satu perisitiwa politik yang rakyat hanya bisa melihat dan memperhatikan saja, tanpa bisa intervensi. Rakyat hanya bisa menilai kinerja mereka setelah dilantik. Apakah akan membuat rakyat senang atau kecewa, atau justru tidak berpengaruh sama sekali. Karena memang rakyat tidak langsung bersentuhan dengan proses reshuffle tersebut. Hanya kebijakan saja yang nantinya akan mempengaruhi nasib rakyat Indonesia ke depan. Apakah akan dibawa ke arah yang lebih baik ataun tidak. Tergantung sikap dan kebijakan menteri yang ditunjuk tersebut. Dalam beberapa hal, banyak yang optimis bahwa kabinet hasil reshuffle ini akan mengangkat kinerja pemerintahan SBY. Apalagi berdasarkan hasil polling sejumlah lembaga survei, pemerintahan SBY mengalami kemerosotan kepercayaan dari rakyatnya. Meski hasil polling ini sendiri tidak menjamin secara keseluruhan. Dan tentu saja, hasil tidak sepenuhnya menjadi penilaian dalam proses reshuffle kali ini. Optimis, karena apa yang dilakukan SBY tentu saja berdasarkan pertimbangan yang matang. Apalagi ada penilaian yang dilakukan oleh sebuah tim, yang bertugas membantu presiden dalam menjalankan program-programnya. Apa yang sudah dilakukan para menteri tersebut, tentunya dalam dua tahun ini sudah bisa dinilai. baik oleh presiden sendiri maupun oleh rakyat. Namun ada juga yang pesimis kinerja kabinet reshuffle ini akan memenuhi harapan rakyat. Ada saja yang menilai, bahwa kabinet ini hanya tambal sulam saja, meski mereka belum bekerja. Bahkan ada yang mengatakan reshuffle ini mengecewakan, karena figur-figur tertentu yang diberitakan banyak bermasalah tidak dicopot. Justru sebagian yang tak disangka-sangka malah dicopot. Reshuffle itu sendiri merupakan hak prerogatif presiden. Tak ada yang bisa mengintervensi, meski pemerintahan yang dibentuk SBY merupakan hasil koalisi dengan sejumlah partai politik. Namun dalam penentuan personel, jelas presiden sangat tergantung dari masing-masing ketua umum partai politik yang ada. Siapa-siapa saja yang akan masuk dan menggantikan menteri yang merupakan jatah dari parpol tersebut. Dalam beberapa hal, reshuffle kadang diperlukan. Namun selama pemerintah Soeharto, jarang sekali ada reshuffle kabinet. Soeharto hanya melakukan reshuffle pada akhir masa jabatannya sebelum menyatakan mundur pada 1998 lalu. Sementara setelah masa reformasi, sejumlah presiden sering melakukan reshuffle. Seperti pemerintahan Gus Dur, yang hanya dua tahun, beberapa kali melakukan reshuffle. Sementara SBY, di dua periode jabatannya ini, juga selalu ada reshuffle. Kini, setelah reshuffle dilakukan, sejumlah menteri baru ditunjuk, ada pula yang digeser, termasuk penunjukkan wakil menteri, diharapkan akan memperkuat kinerja kabinet. Dan tentu saja hasil yang dicapai akan semakin lebih baik. Tentunya, SBY ingin mengakhiri masa jabatannya dengan hasil yang positif dan memuaskan untuk rakyat. Karena rakyat yang telah memilih langsung presiden. Sekali lagi, dalam setiap reshuffle, pasti ada yang wawas, kecewa dan senang. Namun yang lebih penting dari itu semua, adalah kinerja untuk membawa nasib rakyat Indonesia ini ke posisi yang lebih terhormat di dunia. Dan tentu saja yang lebih penting adalah membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. (