Presiden SBY baru saja mengumumkan susunan kabinet yang baru hasil
reshuffle. Sejumlah prediksi dan yang mengejutkan telah terjadi. Ada
yang was-was, ada yang kecewa, dan ada pula yang senang. Was-was, karena
khawatir posisinya bakal dicopot atau digeser. Yang kecewa, tentu saja
karena posisinya tiba-tiba saja dicopot tanpa alasan yang jelas. Dan
yang senang, karena mendapat kepercayaan duduk sebagai menteri atau
wakil menteri.
Begitulah, satu perisitiwa politik yang rakyat hanya bisa melihat dan
memperhatikan saja, tanpa bisa intervensi. Rakyat hanya bisa menilai
kinerja mereka setelah dilantik. Apakah akan membuat rakyat senang atau
kecewa, atau justru tidak berpengaruh sama sekali. Karena memang rakyat
tidak langsung bersentuhan dengan proses reshuffle tersebut. Hanya
kebijakan saja yang nantinya akan mempengaruhi nasib rakyat Indonesia ke
depan. Apakah akan dibawa ke arah yang lebih baik ataun tidak.
Tergantung sikap dan kebijakan menteri yang ditunjuk tersebut.
Dalam beberapa hal, banyak yang optimis bahwa kabinet hasil reshuffle
ini akan mengangkat kinerja pemerintahan SBY. Apalagi berdasarkan hasil
polling sejumlah lembaga survei, pemerintahan SBY mengalami kemerosotan
kepercayaan dari rakyatnya. Meski hasil polling ini sendiri tidak
menjamin secara keseluruhan. Dan tentu saja, hasil tidak sepenuhnya
menjadi penilaian dalam proses reshuffle kali ini.
Optimis, karena apa yang dilakukan SBY tentu saja berdasarkan
pertimbangan yang matang. Apalagi ada penilaian yang dilakukan oleh
sebuah tim, yang bertugas membantu presiden dalam menjalankan
program-programnya. Apa yang sudah dilakukan para menteri tersebut,
tentunya dalam dua tahun ini sudah bisa dinilai. baik oleh presiden
sendiri maupun oleh rakyat.
Namun ada juga yang pesimis kinerja kabinet reshuffle ini akan memenuhi
harapan rakyat. Ada saja yang menilai, bahwa kabinet ini hanya tambal
sulam saja, meski mereka belum bekerja. Bahkan ada yang mengatakan
reshuffle ini mengecewakan, karena figur-figur tertentu yang diberitakan
banyak bermasalah tidak dicopot. Justru sebagian yang tak
disangka-sangka malah dicopot.
Reshuffle itu sendiri merupakan hak prerogatif presiden. Tak ada yang
bisa mengintervensi, meski pemerintahan yang dibentuk SBY merupakan
hasil koalisi dengan sejumlah partai politik. Namun dalam penentuan
personel, jelas presiden sangat tergantung dari masing-masing ketua umum
partai politik yang ada. Siapa-siapa saja yang akan masuk dan
menggantikan menteri yang merupakan jatah dari parpol tersebut.
Dalam beberapa hal, reshuffle kadang diperlukan. Namun selama pemerintah
Soeharto, jarang sekali ada reshuffle kabinet. Soeharto hanya melakukan
reshuffle pada akhir masa jabatannya sebelum menyatakan mundur pada
1998 lalu. Sementara setelah masa reformasi, sejumlah presiden sering
melakukan reshuffle. Seperti pemerintahan Gus Dur, yang hanya dua tahun,
beberapa kali melakukan reshuffle. Sementara SBY, di dua periode
jabatannya ini, juga selalu ada reshuffle.
Kini, setelah reshuffle dilakukan, sejumlah menteri baru ditunjuk, ada
pula yang digeser, termasuk penunjukkan wakil menteri, diharapkan akan
memperkuat kinerja kabinet. Dan tentu saja hasil yang dicapai akan
semakin lebih baik. Tentunya, SBY ingin mengakhiri masa jabatannya
dengan hasil yang positif dan memuaskan untuk rakyat. Karena rakyat yang
telah memilih langsung presiden.
Sekali lagi, dalam setiap reshuffle, pasti ada yang wawas, kecewa dan
senang. Namun yang lebih penting dari itu semua, adalah kinerja untuk
membawa nasib rakyat Indonesia ini ke posisi yang lebih terhormat di
dunia. Dan tentu saja yang lebih penting adalah membawa kesejahteraan
bagi seluruh rakyatnya. (
Tidak ada komentar:
Posting Komentar